PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
UNTUK MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
DAN PERDAGANGAN BEBAS
Oleh : Juanda Sy.,
M.Si (Han)
1. Pendahuluan. Pemberdayaan masyarakat, merupakan suatu
proses dalam meningkatkan masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya yang
dimiliki dan yang tersedia dilingkungan sekitarnya untuk meningkatkan
kesejahteraan.[1] Semangat
otonomi daerah, salah satu tujuan terpenting adalah untuk mendekatkan
pemerintah kepada rakyatnya, sehingga pemerintah dapat meningkatkan dan mengoptimalkan
pemberdayaan masyarakat disesuaikan dengan sumberdaya lain yang ada diwilayah
pemerintahan. Hal ini memungkinkan
karena pemerintah didaerah lebih mengenal dan memahami kekuatan yang ada
didaerahnya, sehingga pemanfaatan sumberdaya yang ada didaerah dihadapkan
dengan ketrampilan yang dimiliki oleh rakyat dapat menjadi sebuah konsep
pemberdayaan masyarakat yang menguntungkan, bagi pemerintah dan
masyarakat. Keuntungan difihak
pemerintah diperoleh karena memiliki kekuatan dalam pengelolaan sumberdaya,
yang akan memberikan nilai tambah dan pendapatan daerah yang bermanfaat bagi
pembangunan dan dapat mengurangi kemungkinan adanya tuntutan yang berlebihan
dari masyarakat, karena sebagian besar masyarakat telah memiliki kesibukan yang
memberikan nafkah. Sedangkan keuntungan
difihak masyarakat adalah perolehan penghasilan dari apa yang telah mereka
kerjakan yang dapat meningkatkan mutu hidup mereka disegala bidang, karena
dengan melakukan pekerjaan mengolah sumberdaya natural menjadi sesuatu bahan
yang bermanfaat, akan menghasilkan nilai jual dan memberikan penghasilan bagi
keluarganya. Beberapa contoh yang dapat
disampaikan adalah Jepara. Masyarakat
Jepara sebagian besar sangat berbakat dalam seni ukir kayu, yang dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan dimana di sebagian kota ini mengembangkan industri
meubelair dari kayu. Di Jepara juga
dibentuk sekolah kejuruan mengukir, sehingga bakat yang dimiliki masyarakat
dapat dikembangkan secara ilmiah, sehingga dari sekolah ini akan menghasilkan
pengembangan inovasi seni ukir kayu terutama untuk kepentingan peralatan rumah
tangga. Dengan keberadaan tenaga kerja
pengukir, para pengusaha kayu memanfaatkan ketrampilan mereka dengan memberikan
order kepada setiap keluarga untuk mengerjakan bentuk-bentuk tertentu berbagai
komponen meubel dan peralatan rumah tangga.
Pekerjaan ini dapat dilakukan dirumah masing-masing, dengan penetapan
standar mutu sesuai yang diinginkan oleh pengusaha dan setiap potong pekerjaan
dihargai dengan nilai upah tertentu.
Dengan demikian, masyakat dapat bekerja dirumah dan masih dapat
mengerjakan kepentingan mereka masing-masing dan perusahaan tidak membutuhkan
lahan yang luas dan peralatan kerja untuk menghasilkan produk olahan sesuai
rancangan usaha industri. Kondisi ini
telah dapat memberikan banyak keuntungan bagi pemerintah dan masyarakat, karena
pemerintah akan memperoleh penghasilan dari pajak pengusaha dan barang
dagangannya dan masyarakat dapat
memperoleh penghasilan dari pekerjaan mereka yang dapat dikerjakan dirumah,
sedangkan pengusaha tidak membutuhkan banyak dana untuk menyiapkan lahan dan
peralatan untuk usahanya, karena produksi berlangsung dirumah para
pekerjanya. Selain itu pengusaha tidak
membutuhkan modal sebagai dana upah tetap yang terlalu banyak, karena upah
diberikan sesuai dengan hasil pekerjaan setiap pengrajin yang bergabung dalam
industri. Selain itu pemerintah dan
pengusaha di Kota ini juga akanmemperoleh keuntungan dari tingkat kemampuan dan
daya beli masyarakat, sehingga usaha lain dapat berkembang, karena masyarakat sebagian
besar masyarakat memiliki penghasilan, yang dapat membelanjakan dananya untuk kebutuhan
rumah tangganya. Industri mebel di
Kabupaten Jepara menduduki posisi strategis karena mampu memberikan kontribusi
terhadap pendapat daerah itu sebesar 26% dengan nilai ekspor US$130 juta atau
senilai lebih dari Rp1 triliun pada 2010.Sementara data yang diperoleh dari
Dinas Perindustrian kabupaten setempat menunjukkan pada 2011 mencapai US$111,65
juta.[2]
Hasil pembangunan
harus dapat dinikmati oleh semua warga negara , tanpa terkecuali. Kita ingin memastikan buah pembangunan dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat. Hasil pembangunan tidak boleh hanya menguntungkan
segelintir orang, karena bertentangan
dengan moralitas pembangunan yang essensinya bersumber dari Pancasila dan UUD
1945[3]. Dalam sesi kenegaraan Presiden selalu
menyampaikan angin segar bagi masyarakat kelompok golongan lemah. Namun pada sesi lain orang akan berfikir
bahwa sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara presiden lebih
berkonsentrasi kepada Partainya. Hal
ini terlihat dalam beberapa sambutannya yang disiarkan dan dipubllikasi media
massa, cenderung hanya fokus kepadapartai dan permasalahannya, meskipun dalam
salah satu jumpa pers Presiden menyampaikan bahwa pada kesempatan lain akan
menyampaikan banyak hal terkait dengan tugasnya sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan, tetapi berita tentang hal yang disampaikan Presiden
tersebut tidak pernah ditemukan dimedia baik cetak, maupun layar kaca. Dalam kondisi ini patut di pertanyakan,
apakah kegiatan yang direncanakan Presiden tersebut jadi dilaksanakan tetapi
media tidak/enggan menyiarkan, atau tidak pernah dilakukan sehingga media tidak
mungkin menyiarkan dan mempublikasi sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Ada
sebuah ungkapan yang dipublikasi secara luas berkaiatan dengan sebuah negara,
yaitu “ apapun yang dilakukan Negara, akan didukung rakyat, selama rakyat sudah
makmur dan sejahtera. Ungkapan ini
cukup masuk akal, karena banyak kejadian unjuk rasa, diawali dan dimotivasi
oleh adanya kesenjangan yang terjadi dimasyarakat. Disatu fihak, para pejabat negara memperoleh
fasilitas yang serba lengkap, sementara pelayanan umum bagi rakyat dirasakan
sangat minim. Beberapa fihak yang
memiliki cukup pengetahuan, menyadari bahwa pemerintah telah melakukan berbagai
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan berupaya agar fasilitas
layanan umum dapat terselenggara dengan baik dan dapat dinikmati oleh semua
lapisan masyarakat. Namun segala daya
upaya tersebut tidak mungkin dapat dilakukan secara serentak, tetapin
membutuhkan proses, sehingga dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki
pemerintah, secara prioritas akan dilakukan diwilayah yang paling buruk
kondisinya dan secara bertahap akan dilakukan diwilayah lain. Akan tetapi dalam sebuah negara dan dalam
sebuah pemerintahan, selalu ada fihak fihak yang berseberangan dengan
pemerintah, yang dalam hal ini persaingan antar partai , akan menciptakan
suasana yang relatif merugikan bagi pemerintah (Partai) yang berkuasa, dengan
mencari berbagai kelemahan dan kekurangan yang dilakukan pemerintah sebagai
senjata untuk menyerang kebijakan dan program yang digulirkan pemerintah. Meskipun “mereka” sebenarnya mengetahui
bahwa proses pembangunan sudah berlangsung dan dilakukan secara bertahap,
sehingga pelayanan terhadap rakyat tidak dapat berlaku sama antara satu wilayah
dengan wilayah lain, apalagi konsep negara dengan penerapan otonomi daerah juga
sangat berperan besar dalam situasi ini.
Apabila semangat otonomi daerah, yang
sudah dipandu dengan adanya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, dan kewajiban
pemerintah daerah yang tertuang pada pasal 22 undang-undang tersebut telah
dilaksanakan dengan baik dan benar, maka seharusnya tugas pemerintah pusat akan
menjadi lebih ringan, karena fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah daerah
otonom sudah dapat melayani rakyat dimasing-masing daerah otonom. Permasalahan yang disinyalir menjadi
penyebab dalam masalah ini karena para pimpinan daerah tidak berasal dari
partai yang sama dengan pemerintah pusat.
Sementara pimpinan daerah, sebagai kader partai harus loyal kepada
partai pendukungnya, sehingga sebagian kebijakan daerah juga terpengaruh oleh
kebijakan partai, yang menerapkan sikap bersaing dengan pemerintah yang
berkuasa. Dengan kondisi ini, apabila
setiap pejabat negara, mulai bupati sampai Presiden termasuk para anggota DPR
selama dalam jabatannya tidak melepas atribut partai dan masih menjadi anggota
sebuah partai, akan sulit menyatukan visi pembangunan, karena faktor yang telah
disampaikan sebelumnya.
Bagaimana pemberdayaan rakyat didaerah
dapat terselenggara dengan baik disetiap wilayah, merupakan tugas dan
tanggungjawab para pimpinan daerah.
Seperti yang telah disampaikan
pada alenea sebelumnya, semangat otonomi daerah adalah untuk mendekatkan
pemerintah dengan rakyat dan sumberdaya daerah. Dengan konsep tersebut diharapkan pemerintah
daerah mampu berinovasi, dengan memanfaatkan kemampuan rakyat untuk mengelola
sumberdaya daerah, menjadi hasil produksi yang bermutu dan dibutukan oleh
masyarakat lain yang tidak memiliki sumberdaya tersebut. Untuk kepentingan ini, pemerintah dalam
pengelolaan pembangunan, hal utama yang dilakukan adalah membangun kualitas
sumber daya manusia, melalui program pelatuan ketrampilan disesuaikan dengan
sumberdaya yang akan dikelola oleh rakyat.
Pemerintah juga berkewajiban untuk menyiapkan tenaga sebagai penjamin
mutu dan mencari “pasar” bagi produk yang dihasilkan daerahnya. Dengan demikian, diharapkan setiap warga
masyarakat dapat bekerja diwilayah masing-masing, mereka memperoleh penghasilan
dan dapat menafkahi keluarganya.
Konsep Globalisasi dan perdagangan
bebas yang telah disepakati oleh pemerintah dan diimplementasikan, menjadi
suatu beban tersendiri bagi negara-negara berkembang. Konsep ini hampir sama pengaruhnya seperti pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak seorangpun dapat
menghindar, termasuk globalisasi dan konsep perdagangan bebas yang diterapkan
juga tidak mungkin dihindari karena secara mayoritas negara telah menyepakati
konsep tersebut. Namun dengan kondisi
negara dan kemampuan masyarakatnya yang belum mendukung, antisipasi guna
menghadapi dua konsep tersebut belum dapat dilakukan secara optimal,
menyebabkan beberapa fihak mensinyalir bahwa konsep tersebut hanya dijadikan
sebagai alat bagi negara negara maju, untuk menguasai negara –negara berkembang
yang masih dalam proses membangun.
Apabila kedua kondisi tersebut diterima
sebagai sebuah kenyataan dan kewajiban, maka seharusnya semua fihak bertanggungjawab
untuk mencari dan menciptakan peluang bagi kepentingan bersama baik rakyat
maupun pemerintah. Kekuatan Indonesia
ada pada sumberdaya yang dimiliki dan beragam serta dibutuhkan bagi kebutuhan
hidup dan kepentingan masyarakat Internasional. Apabila pemberdayaan masyarakat telah dapat
dilakukan secara optimal, pemerintah secara serius menerapkan program
pemberdayaan dan masyarakat dilibatkan secara langsung dalam proses
pembangunan, maka peluang untuk memperoleh keuntungan dari globalisasi dan
perdagangan bebas akan terwujud.
Seharusnya semua fihak baik pemerintah,
dan masyarakat menyadari bahwa Indonesia memiliki peluang dari sumberdaya yang
besar, dimana gorgrafi Indonesia memiliki kekayaan alam yang tidak dimiliki
oleh setiap negara. Selain itu, dengan
populasi yang besar, Indonesia cukup memiliki
tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah sumberdaya yang dimiliki. Hal inilah yang seharusnya dipikirkan dan
dikembangkan oleh pemerintah daerah
otonom, sebagai peluang yang dapat menciptakan penghasilan besar bagi pemerintah
dan setiap warga masyarakatnya. Mengapa
selama ini Indonesia berada pada posisi merugi dibandingkan dengan negara
tetangga yang tidak memiliki sumberdaya alam ?
Sebagai illustrasi dapat disampaikan
beberapa contoh : Pertama. Dari mana
asal bahan makan kemasan yang di eksport Singapura ke Indonesia ? apakah
singapura memiliki lahan pertanian yang cukup untuk dapat menghasilkan dan
mengolah hasil pertanian serta mengekspor hasil olahannya ke negara lain. Tetapi bila berbelanja di super market,
banyak bahan makanan kemasan yang diimport dari negara tetangga yang secara
kasat mata tidak memiliki sumberdaya dan tidak memiliki lahan yang memungkinkan
untuk dapat memproduksi bahan makanan tersebut.
Apabila diteliti lebih mendalam, dapat diperoleh gambaran, bahwa semua
bahan makanan tersebut berasal dari Indonesia sendiri. Pengusaha mereka datang, menyewa lahan,
mempekerjakan rakyat Indonesia dan membangun pabrik. Pemerintah daerah dalam hal ini hanya peduli
terhadap dana yang dapat diperoleh dari keberadaan usaha fihak luar dan dapat
memperoleh dana dari perijinan dan pajak.
Mengapa pemerintah tidak melakukan hal yang dapat dilakukan oleh orang
lain, padahal pemerintah memiliki semuanya, baik lahan, modal dan tenaga kerja
? apakah dibatasi oleh aturan ? atau hanya kemalasan. Bila usaha seperti ini, yang seharusnya
dapat dilakukan pemerintah, atau paling tidak oleh pengusaha pribumi, tetapi
dibatasi dengan aturan, maka aturannya harus segera diamandemen untuk memberi
kemudahan dan keuntungan bagi pemerintah dan rakyat.
Kemungkinan yang paling sering
terjadi adalah, sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah belum diolah menjadi
bahan siap pakai, sudah dijual keluar, fihak lain sebagai pengusaha memanfaatkan bahan setengah jadi tersebut diolah
dengan memanfaatkan teknologi, dapat menciptakan bahan jadi dengan jaminan mutu
dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Banyak barang lain yang produksi di Indonesia, hanya sampai setengah jadi
karena belum memiliki label, karena bukan lisensi atau penyedia merk
tertentu. Produksi hanya menerima
pesanan barang dengan standar tertentu yang tidak mengetahui akan menjadi apa
setelah barang setengah jadi diterima oleh pemesan. Barang yang dieksport kepada pengusaha di
negara tetangga hanya butuh diberi label/merk dagang dan menjual kembali ke
Indonesia dengan harga yang berlipat. Saat
ini rakyat cukup berbangga dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan tentang
pelarangan eksport bahan setengah jadi, sehingga dengan kebijakan ini, semua
berharap agar Indonesia akan menjadi negara pengekspot, bukan lagi negara yang
hanya dimanfaatkan oleh negara lain,
baik pemanfaatan lahan, bahan baku dan tenaga kerjanya saja.
OMSP
merupakan operasi yang melibatkan institusi diluar TNI, untuk melaksanakan
tugas ini, TNI menerapkan Azas keterpaduan sehingga memerlukan adanya persamaan
persepsi, koordinasi yang tepat dan keterpaduan dalam kesatuan dan dukungan[4].
Kewajiban pemerintah daerah otonom yang diamanatkan dalam Undang-undang no 32
tahun 2004 tentang Pemerintah daerah, secara khusus menyoroti pasal 22 ,
menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah menerima delegasi tugas dari
pemerintah pusat untuk memberdayakan
wilayah masing-masing sehingga disetiap wilayah, semua urusan yang
terkait dengan penegakkan kedaulatan
Negara, keutuhan wilayah dan perlindungan atas keselamatan bangsa, dalam
bentuk kewajiban pemerintah. Keberhasilan dan kegagalan atas pelaksanaan
tugas ini akan berpengaruh sangat besar terhadap tetap kokohnya negara atau
keruntuhan negara. Tugas TNI dalam OMSP merupakan bagian dari upaya pemerintah, sehingga keterlibatan TNI dalam pelaksanaan
tugas pemerintah daerah otonom menjadi suatu integrasi yang relevan untuk
diselenggarakan. Keterbatasan anggaran
yang dialokasikan bagi TNI dalam melaksanakan tugas OMSP, dihadapkan dengan upaya pemerintah
tersebut seharusnya dapat
dikoordinasikan dengan pemerintah daerah, dimana beberapa jenis tugas yang direncanakan oleh TNI di komando kewilayahan
menjadi bagian dari perencanaan yang disusun oleh pemerintah daerah otonom,
yang dapat menerima dukungan alokasi dana dengan tetap mempedomani proses dan
prosedur yang berlaku, baik dalam penyalurannya maupun administrasi
pertanggungjawabannya.
Dalam
mengatasi Terorisme, unsur-unsur yang dilibatkan adalah TNI dan unsur-unsur/
instansi serta komponen bangsa yang terkait. Kesulitan dan kelemahan dalam mengatasi
terorisme di Indonesia diawali dari keberadaan kebijakan pemerintah yang
diterbitkan dalam bentuk undang-undang.
Dalam penjelasannya, terorisme dinyatakan sebagai “tindak pidana“ yang berarti berada hanya diranah hukum, yang
tidak memungkinkan melibatkan fihak lain selain penegak hukum, terutama
Kepolisian Negara. Sebagus apapun rancangan
yang dibuat oleh TNI dalam pelaksanaan tugas mengatasi terorisme, tidak
bermanfaat karena TNI merupakan salah satu institusi yang sangat taat dengan
aturan, sehingga TNI tidak akan memaksakan diri untuk menerobos masuk kepada
ranah hukum dalam mengatasi “tindak pidana” terorisme yang sudah menjadi domain
tugas institusi penegak hukum.
Bandung, 10 Nopember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar