MEMBANGUN DAN MENINGKATKAN PERAN SIPIL
DALAM PEMBINAAN KEMAMPUAN
DAN PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN
Oleh : Juanda Sy., M.Si (Han)
1.
Pendahuluan. Pada acara pengarahan kepada para Pati dan Pamen TNI
di Magelang, Presiden menyatakan bahwa pengarahan tersebut disampaikan sebagai
"direktif" Panglima tertinggi TNI terkait dengan Doktrin
militer, karena sebagian doktrin militer dinilai sudah tidak
relevan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi serta keberadaanya
perlu disesuaikan dengan era Demokrasi. Doktrin disusun sebagai
pedoman dalam mempersiapkan unsur-unsur organisasi agar dapat melaksanakan
tugas pokoknya, penyusunan doktrin juga dipengaruhi oleh
perkiraan-perkiraan ancaman dan strategi yang akan diterapkan untuk menghadapi
ancaman, sehingga akan berpengaruh terhadap bagaimana organisasi disusun,
bagaimana gelar kekuatan, fungsi-fungsi apa saja yang harus dimiliki dan
bagaimana tugas dilaksanakan termasuk apa yang harus dilatihkan untuk
menghadapi ancaman yang diperkirakan.
Kebijakan
negara dibidang pertahanan negara, menentukan urutan kebijakan pertahanan
negara yang saling terkait secara berurutan yaitu Pertama, Pemerintah
dalam hal ini Presiden merumuskan Kebijakan Umum Pertahanan Negara dengan
melibatkan Dewan Pertahanan Nasional dan Kementrian Pertahanan. Kedua,
Kebijakan Umum Pertahanan Negara menjadi dasar dan pedoman bagi Menteri
Pertahanan untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan Pertahanan Negara yang
disusun dalam buku Doktrin Pertahanan Negara dan kebijakan penggunaan kekuatan
yang dituangkan dalam buku Strategi Pertahanan Negara. Ketiga,
Panglima TNI, dengan mempedomani seluruh kebijakan politik tentang pertahanan
negara, menyusun dan merencanakan pengembangan strategi-strategi
militer.
Doktrin yang diterbitkan TNI,
menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugas operasi militer, kekuatan yang
dilibatkan tidak hanya TNI tetapi juga institusi diluar TNI dan komponen bangsa
lainnya, sehingga dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar institusi, agar
semua tugas yang dilakukan dapat terselenggara dengan baik dan berhasil
mencapai sasaran yang ditetapkan. Mendukung kebijakan ini, Panglima TNI
telah menetapkan kebijakan menyangkut optimalisasi peran TNI, yang
diimplementasikan dalam kegiatan menyiapkan piranti lunak sebagai landasan
hukum, melakukan penjajakan di berbagai instansi pemerintah yang memungkinkan
untuk dilakukan kerjasama, menyusun program kegiatan berdasarkan skala
kebutuhan yang disesuaikan dengan struktur dan kultur daerah, menyiapkan dan
melengkapi sarana dan prasarana serta menyiapkan anggaran sesuai batas
kemampuan anggaran TNI.[1]
Bahwa kemampuan pertahanan Negara harus dibangun, dibina dan disiapkan semenjak
dini, dilaksanakan disemua wilayah Nasional Indonesia, merupakan tugas semua
Kementrian, Lembaga non Kementrian serta Pemerintah daerah, sesuai dengan
peran, tanggungjawab dan fungsi masing-masing. Penyelenggaraan latihan
gabungan TNI diinstruksikan untuk dilaksanakan setiap tahun, sehingga perlu
dirumuskan agar pembinaan kemampuan pertahanan dan pemberdayaan wilayah
pertahanan dapat dikembangkan dari penyelenggaraan latihan gabungan TNI.
Proses penataan
ulang sistem pertahanan Negara yang berlangsung, membutuhkan pemahaman secara
komprehensif, tidak hanya pada perangkat payung hukum, tetapi juga pada aspek
struktur, kultur dan sistem yang akan menjadi landasan implementasi.
Prosedur dan mekanisme penataan ulang membutuhkan pemahaman
yang mendalam tentang perlunya pembedaan tanggungjawab antara penentu kebijakan
pada strata politik dengan strata yang menetapkan sistem penggunaan kekuatan
pada eselon operasional. Dengan pemahaman tersebut, dalam
implementasi sistem pertahanan Negara membutuhkan sumberdaya yang secara
mendalam menguasai permasalahan, sehingga didalam sistem pemerintahan demokrasi
saat ini, pembagian tugas dan tanggungjawab setiap unsur pelaksana harus
dapat berjalan dengan baik demi mendukung kepentingan
nasional.
Hakekat Operasi Militer
untuk Perang (OMP)[2]
adalah operasi yang dilaksanakan secara terencana dengan tujuan, sasaran,
waktu tempat dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelumnya secara
terinci, dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI dibantu oleh komponen
cadangan dan komponen pendukung untuk melawan kekuatan militer negara lain
yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan atau dalam konflik bersenjata
dengan suatu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan
perang dan tunduk pada hukum perang internasional. Dalam
bujukin Operasi Militer Selain Perang ( OMSP) pada pasal 16, menyatakan bahwa
“operasi tempur yang dilaksanakan TNI dalam OMSP baik berdiri sendiri maupun
terpadu dengan lembaga lain, ditujukan untuk mengatasi kekerasan bersenjata
antara lain terorisme, konflik komunal dan kekerasan senjata lainnya,
dengan prinsip menghentikan kekerasan bersenjata, untuk menghindari korban yang
lebih besar,...”. Berkenaan dengan hal tersebut, TNI pada
ulang tahun ke 66 TNI tahun 2011 menggagas thema yaitu "Dengan Keterpaduan
dan Profesionalisme, TNI Bersama Komponen Bangsa Siap Menjaga dan
Menegakkan Kedaulatan serta Keutuhan NKRI".
Baik hakekat OMP, Thema HUT TNI tahun 2011
dan tujuan OMSP, apabila dipelajari secara lebih mendalam, akan diperoleh
sebuah pemahaman tentang tanggungjawab menegakkan kedaulatan Negara, menjaga
keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dilaksanakan. Tugas tersebut
bukan hanya menjadi tugas TNI tetapi sebagai tugas bersama seluruh komponen
bangsa. Sehingga dengan semangat dan tanggungjawab tersebut, TNI
berkewajiban mewujudkannya dengan melakukan langkah-langkah nyata dalam
mengajak komponen bangsa lainnya agar dapat berperan aktif untuk
melaksanakan kewajiban menegakkan kedaulatan dan keutuhan Negara kesatuan
Republik Indonesia. Semangat ini sejalan dengan Doktrin pertahanan negara
yang diterbitkan Kementrian pertahanan yang menyatakan bahwa
“Keberhasilan Perang Rakyat Semesta ditentukan oleh kemanunggalan TNI-Rakyat[3].
Kementrian
pertahanan melalui Direktorat Jenderal Strategi pertahanan, dalam beberapa
waktu yang lalu menyelenggarakan workshop[4], sebagai
tindak lanjut implementasi Peraturan Presiden Nomor 41 tahun 2010 tentang
Kebijakan umum pertahanan negara. Dalam workshop tersebut
Kementrian Pertahanan mengajak semua Lembaga Kementrian dan lembaga non
kementrian, sesuai dengan peran, tanggungjawab dan fungsinya dalam pertahanan
negara, untuk mulai mempersiapkan konsep pertahanan Nirmiliter secara
lebih terarah dan konkrit, sehingga tugas dan tanggungjawab
bersama dalam Pertahanan Negara dapat terselenggara dengan baik dan dapat
disiapkan semenjak awal.
Kebijakan Negara yang tertuang dalam UU RI no 3/2002 tentang pertahanan,
menetapkan bahwa pelaksanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan
pembinaan kemampuan Pertahanan, maka hasil pembangunan selain bermanfaat
bagi kesejahteraan rakyat, dalam jangka panjang harus dapat mendukung
kepentingan pertahanan negara. Oleh sebab itu, jauh sebelum
wilayah ditetapkan menjadi mandala perang/mandala operasi, daerah otonom
berkewajiban melaksanakan pembangunan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat,
namun bila daerah ditunjuk menjadi mandala perang, maka wilayah tersebut harus
dapat mendukung pelaksanaan OMP maupun OMSP.
Dalam buku Doktrin Pertahanan
Negara, dinyatakan :
“ Penyiapan
wilayah negara sebagai medan pertahanan pada dasarnya merupakan fungsi
pertahanan nirmiliter yang diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan
lintas departemen/lembaga. Perwujudannya melalui penataan ruang nasional,
di dalamnya penataan ruang kawasan pertahanan. Penyiapan logistik
pertahanan diselenggarakan secara dini dan terpadu dengan pembangunan nasional
untuk tujuan kesejahteraan. Penyiapan logistik pertahanan merupakan hal yang
fundamental dalam mendukung penyelenggaraan peperangan. Penyiapan logistik
pertahanan merupakan bagian dari pembangunan pertahanan nirmiliter yang
diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan lintas departemen/lembaga.
Perwujudannya melalui pembangunan ekonomi yang kuat dengan pertumbuhan yang
cukup tinggi serta industri nasional yang berdaya saing dan mandiri, yang pada
gilirannya akan dapat mewujudkan kemandirian sarana pertahanan serta
pusat-pusat logistik yang tersebar di tiap wilayah”[5].
Sehubungan dengan sistem pertahanan yang dianut Indonesia, salah satu
peluang yang dapat dimanfaatkan oleh TNI dalam mengajak peran aktif komponen
bangsa lainnya dalam mendukung sistem tersebut adalah bagaimana TNI merancang
penyelenggaraan Latihan gabungan (Latgab). Dalam
menghadapi musuh baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri yang
mengancam sebagian atau seluruh wilayah Indonesia, latihan untuk
meningkatkan kemampuan dan kesiapan tidak hanya dibutuhkan oleh TNI dan
unsur-unsurnya saja, tetapi juga bagi institusi diluar TNI dan komponen bangsa
lainnya, karena konsep pelibatan kekuatan dalam OMP maupun OMSP hampir selalu akan
melibatkan institusi dan komponen bangsa lainnya.
Dihadapkan dengan rencana Latgab, maka akan disimulasikan bahwa sebagian
wilayah NKRI telah dikuasasi oleh kekuatan musuh dan kekuatan TNI melaksanakan
OMP atau OMSP. Panglima TNI dengan berbagai pertimbangan akan
menyampaikan saran kepada Presiden untuk menetapkan sebagian wilayah negara
sebagai mandala perang dan mandala operasi, yang menjadi bagian dari wilayah
pemerintah daerah otonom. Mandala perang/operasi, yang telah ditetapkan
merupakan wilayah teritorial dari pemerintah daerah yang pembangunannya menjadi
tugas pemerintah daerah otonom dan sumberdaya yang ada di wilayah
tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan bagi penyelenggaraan pertahanan Negara,
sehingga wilayah yang disimulasikan sebagai Mandala Perang/Operasi dalam Latgab
TNI harus dapat mendukung penyelenggaraan operasi militer dan unsur unsur yang
ada diwilayah dapat melaksanakan kerjasama dengan TNI demi keberhasilan
pelaksanaan tugas.
Latgab TNI yang diselenggarakan disuatu wilayah yang disimulasikan sebagai
Mandala Perang atau mandala operasi, akan memperoleh gambaran tentang kesiapan
atau ketidaksiapan wilayah dalam mendukung penyelenggaraan operasi.
Sehingga dapat diperoleh data tentang apa saja yang perlu dikembangkan dan
dibangun oleh pemerintah daerah serta diprogramkan pada rencana pembangunan
daerah. Karena berbagai fasilitas yang dibutuhkan bagi pertahanan
Negara, sejatinya pada masa damai merupakan fasilitas yang bermanfaat bagi
pelayanan dan kesejahteraan rakyat dan negara telah menerbitkan kebijakan
berkaitan dengan tugas ini yang tertuang pada pasal 22 Undang-undang RI no 32
tahun 2004 tentang pemerintah Daerah.
3.
Latgab TNI dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kesiapan dan
kemampuan daerah dalam mendukung Pertahanan Negara.
Latgab, sebagai sebuah metode yang diterapkan TNI untuk meningkatkan
kesiapsiagaan dan uji coba doktrin yang disusun, sehingga dari pelaksanaan
latihan ini akan diperoleh pemahaman tentang bagaimana operasi militer
diselenggarakan bila menghadapi kondisi yang di skenariokan dalam latihan.
Selain itu, pelaksanaan latihan juga akan menemukan hal yang berkaitan
dengan implementasi doktrin, sehingga hasil evaluasi latihan dapat dimanfaatkan
untuk menyempurnakan doktrin yang diuji coba, atau bila doktrin belum disusun,
penyelenggaraan latgab dapat dijadikan bahan yang bermanfaat bagi
penyusunan doktrin. Undang-undang RI No 3 tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, pada pasal 20, ayat (2) menetapkan bahwa :
“ Segala sumber daya
nasional yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alam dan buatan,
nilai-nilai, teknologi, dan dana dapat didayagunakan untuk meningkatkan
kemampuan pertahanan negara yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. (3) Pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan
kemampuan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang selanjutnya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Mengingat perang dan pertempuran tidak hanya menjadi tanggungjawab dan hanya
melibatkan kekuatan militer saja, tetapi juga melibatkan wilayah dengan segala
sumberdaya yang ada, maka dalam penyelenggaraan latihan harus juga bermanfaat
bagi negara untuk mengevaluasi apakah pembangunan didaerah telah berhasil
membina kemampuan pertahanan dan apakah sumberdaya didaerah sudah mampu
dikerahkan untuk mendukung pertahanan negara.
Oleh sebab itu, penyelenggaraan latihan
gabungan dapat bermanfaat untuk mengevaluasi pelaksanaan kewajiban daerah
otonom, ditinjau dari kesiapan dan kemampuan daerah dalam mendukung
pertahanan pertahanan negara, yang dalam hal ini disimulasikan dalam skenario
latgab.
Penentuan mandala perang atau mandala operasi ditentukan oleh presiden
berdasarkan saran Panglima TNI. Bujukin TNI tentang OMP
(2008,35) menyatakan "..... apabila agresi musuh dapat menduduki
sebagian wilayah teritorial Indonesia maka perlu dicegah dengan upaya perang
terbatas pada wilayah tertentu dan tidak meluas. ..." lebih jauh
dinyatakan "Bila OMP terpaksa harus dilakukan diwilayah teritorial
Indonesia, maka OMP dilakukan diluar pemukiman masyarakat sipil."
Akan tetapi musuh yang melakukan agresi terhadap Indonesia
tidak mungkin dapat kendalikan agar tidak menguasai dan menduduki daerah
pemukinan penduduk, oleh karenanya pelaksanaan operasi militer tidak
boleh dibatasi hanya didaerah diluar pemukiman penduduk, tetapi apabila operasi
terpaksa didaerah pemukiman penduduk, harus ditemukan jalan keluar, bagaimana
penduduk yang berada didaerah operasi tidak menjadi korban perang dan dapat
diselamatkan. Oleh karenanya pembangunan didaerah juga harus sudah memprediksi
kemungkinan adanya kaeadaan bahaya dan ancaman yang mungkin timbul, meskipun
pada masa damai segala pembangunan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, namun
perencanaan pembangunan didaerah harus dapat menghilangkan kerentanan, menekan
resiko kemungkinan timbulnya korban rakyat dan kondisi lain yang
berkaitan dengan penyelamatan rakyat.
Dalam bujukin OMP dinyatakan bahwa komponen utama adalah TNI dibantu oleh komponen
cadangan dan komponen pendukung, sehingga dalam menyusun perencanaan
latihan gabungan, untuk memperoleh realisme latihan secara optimal,
maka unsur komponen pembantu sebaiknya juga dimasukkan dalam perencanaan,
sehingga dapat memenuhi dan dapat "merealisasi" amanat
undang-undang tentang tugas pokok TNI, dengan pemahaman bahwa Latgab, tidak
hanya melatih kemampuan dan kesiapsiagaan militer saja, tetapi juga harus dapat
melatih bagaimana kekuatan komponen perlindungan masyarakat dalam melaksanakan
peran, tugas dan fungsinya dalam upaya yang berkaitan dengan tugas sipil baik
pertahanan sipil maupun Perlindungan Masyarakat dalam mencegah timbulnya
korban rakyat selama operasi berlangsung. Selain itu
pemerintah daerah juga dapat melatih kemampuannya dalam menghadapi keadaan
“darurat” , mulai darurat sipil sampai darurat perang” sesuai Peraturan
Pemerintah pengganti Undang-undang nomor 23 tahun 1959, tentang keadaan
bahaya, bagaimana pemerintah daerah melaksanakan peran, tugas dan fungsinya pada
situasi dan kondisi tersebut dan bagaimana mengendalikan peran dan
keterlibatan masyarakat. Selain itu juga dapat bermanfaat bagi
pola hubungan kerjasama dengan militer dan melalui keterlibatannya dalam
pelaksanaan Latgab, akan menemukan formula tentang bagaimana menyelenggarakan
prosedur pengerahan sumberdaya di daerah dalam mendukung kepentingan pertahanan
negara dan mendukung Operasi militer.
Keadaan darurat harus sudah dapat diantisipasi oleh pemerintah daerah,
yang dalam penyelenggaraannya membutuhkan keberadaan pedoman agar dapat
menyelamatkan rakyat dan pengerahan sumberdaya nasional didaerah termasuk
apabila harus mendukung pelaksanaan operasi militer.
Sehubungan dengan tugas ini, maka dibutuhkan koordinasi dan kerjasama
antara TNI dan pemerintah daerah agar kemampuan komponen sipil dapat berperan
aktif dalam upaya penyelamatan rakyat / mencegah rakyat menjadi korban
akibat bencana, dengan mengorganisir dan mengerahkan sumberdaya didaerah.
4.
Membangun kesadaran sipil dalam menghadapi Ancaman.
Pandangan Negara tentang perang terungkap dalam pernyataan “ Indonesia cintai
damai, namun lebih cinta Kemerdekaan”. Dengan pandangan
tersebut, perang sebagai bagian dari konsep Pertahanan
negara, bagi Indonesia adalah pilihan apabila kemerdekaan Indonesia
terancam. Perang menentukan tegak atau runtuhnya sebuah negara,
oleh karenanya perang tidak boleh hanya diserahkan kepada militer, tetapi
menjadi kepentingan dan urusan bersama karena perang adalah diplomasi dengan
cara lain untuk mencapai tujuan politik negara.
Perang sangat dihindari oleh setiap negara, karena perang membutuhkan biaya
besar yang akan merugikan perekonomian negara dan menimbulkan kesengsaraan bagi
rakyat.
Pada dasarnya setiap
negara menghadapi potensi ancaman baik yang datang dari dalam maupun luar
negeri. Selain ancaman, setiap negara juga memilki tugas dan
kewajiban untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan, yang membutuhkan
kerjasama dan melibatkan seluruh komponan bangsa. Setiap
individu, setiap organisasi, setiap institusi, sesuai dengan kemampuan, tugas
dan tanggung jawabnya, merupakan kekuatan yang harus dapat disinergikan sebagai
kekuatan untuk mencegah dan menghadapi ancaman juga kekuatan untuk dapat
mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Ancaman
maupun sasaran merupakan permasalahan bersama, bukan menjadi hak atau kewajiban
individu, organisasi atau institusi tertentu dan hanya melalui kerjasama dari
semua unsur yang dapat mencapai cita-cita bangsa.
Dalam bidang
pertahanan negara, militer merupakan organisasi dan institusi yang sejauh ini
lebih banyak memahami permasalahannya, meskipun pertahanan bukan hanya menjadi
tanggung jawab militer saja tetapi merupakan kebutuhan dan permasalahan bersama,
namun sebagai fihak yang lebih memahami permasalahan, militer bertanggungjawab
dan memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan pemahaman tersebut kepada seluruh
komponen bangsa lainnya. Bidang lain yang menjadi tugas pemangku
kepentingan yang dikuasasi dan difahami oleh organisasi dan institusi tertentu,
juga tidak boleh hanya difahami sendiri dan seolah hanya menjadi tugas dan
tangung jawabnya sendiri tanpa membutuhkan partisipasi fihak lain.
Setiap perencanaan selalu membutuhkan koordinasi dan kerjasama dengan fihak
lain agar sasaran yang akan dicapai dapat benar-benar diraih dan setiap fihak
merasa telah ikut menyumbangkan tenaga, fikiran dan partisipasi dalam bentuk
lain sehingga, sasaran-sasaran pembangunan menjadi tanggungjawab bersama yang selanjutnya
menjadi tugas bersama pula untuk menjaganya.
Permasalahan pertahanan bukan
permasalahan militer saja, tetapi merupakan permasalahan bersama.
Negara dalam hal ini pemerintah telah memutuskan bahwa setiap pembangunan harus
tetap memperhatikan upaya pembinaan kemampuan pertahanan. Apa saja
yang menjadi kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan, tidak secara
menyeluruh difahami oleh pemerintah daerah sehingga memerlukan partisipasi
militer, apa saja yang harus menjadi perhatian pada setiap bidang
pembangunan. Militer telah digelar sesuai dengan pertimbangan
kepentingan pertahanan negara dan keberadaanya di setiap wilayah harus
bermanfaat dalam pembinaan kepentingan pertahanan. Oleh
karenanya kehadirran militer tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang menjadi
perintang dan penghambat pembangunan, karena salah satu bidang pembangunan
nasional adalah bidang pertahanan dan dalam bidang inilah militer lebih
memahami dan memang disiapkan untuk membantu pemerintah dalam pembangunan yang
tetap memperhatikan pembinaan kemampuan pertahanan didaerah.
Perang semesta, merupakan perang yang berlaku disegala lini, tidak selalu
dengan mengerahkan kekuatan militer dan menggunakan kekerasan. Untuk
menghancurkan elemen kekuatan negara melalui cara yang halus, konstitusional
dengan pola terkoordinasi yang menghasilkan keruntuhan terhadap negara sasaran
secara perlahan tetapi pasti, menyerang secara non fisik.
Meskipun keruntuhan sistem negara bukan menjadi sasaran akhir, karena dengan
kehancuran sistem dan ketahanan negara akan memberikan kemudahan untuk
menghacurkan sasaran, dengan sedikit usaha akan memperoleh kemenangan dengan
waktu singkat dan biaya minimal. Oleh sebab itu, sudah saatnya
perang semesta dipersepsikan sebagai bentuk peperangan yang meskipun pada level
kebijakan tidak terjadi benturan dengan menggunakan kekuatan militer,
namun perang dikemas mulai propaganda dan perang ekonomi, dengan
melakukan penyusupan, mempengaruhi dan mengendalikan aktor-aktor negara secara
terencana dan konstitusional, menyusun langkah-langkah halus dan terus
menerus merongrong ketahanan negara disegala bidang kehidupan untuk melemahkan
semua elemen kekuatan negara secara perlahan tetapi pasti, mulai dari
Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Dengan kesadaran ini, akan menggugah semua elemen dalam negara untuk senantiasa
waspada dan bersiap untuk menghadapi ancaman dan berusaha untuk meningkatkan
ketahanan disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan pertahanan
Negara.
Dengan melibatkan institusi diluar kekuatan TNI dalam Latgab, maka akan
memperoleh gambaran, apakah kewajiban pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan telah dilaksanakan dan pembinaan kemampuan pertahanan dapat
terselenggara. Berdasarkan gambaran yang diperoleh selama
proses dan dinamika dukungan dan kerjasama dalam Latgab, dapat menjadi bahan
masukan perencanaan lebih lanjut agar kekurangan daerah dalam mendukung
penyelenggaraan operasi militer, dimasa depan dapat ditingkatkan dan dipenuhi
secara bertahap, meskipun pembangunan tetap diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan sosial kepada rakyat , namun dalam keadaan bahaya
mampu mendukung pertahanan negara.
5.
Kesimpulan dan saran.
a.
Kesimpulan. Latihan gabungan TNI merupakan sebuah kebutuhan bagi
TNI untuk secara berkelanjutan meningkatkan kemampuan organisasi dalam
menyiapsiagakan unsur - unsur TNI guna menghadapi setiap kemungkinan timbulnya
ancaman. Selain itu latihan juga sebagai sarana uji coba doktrin yang
telah disusun, untuk mengevaluasi apakah pedoman pelaksanaan tugas sudah dapat
diimplementasikan sesuai tujuan dan sebagai bahan penyusunan doktrin kerjasama
sipil militer dalam pelaksanaan operasi.
b. Saran.
Pertahanan negara, bukan hanya menjadi tugas TNI, tetapi juga melibatkan semua
sumberdaya nasional, oleh sebab itu dalam merencanakan Latgab berikutnya selain
melatih kemampuan dan kesiapsiagaan TNI, disarankan
1) Melibatkan
sumberdaya nasional didaerah latihan, untuk menilai keberhasilan pembangunan
nasional didaerah, sekaligus menggugah semangat dan kesadaran Institusi diluar
TNI, bahwa Pertahanan negara merupakan tugas bersama seluruh komponen bangsa.
2) Secara bertahap
merancang doktrin kerjasama sipil-militer sebagai pedoman pelaksanaan
tugas bersama antara TNI dan komponen bangsa lainnya dalam menghadapi
segala bentuk ancaman yang mungkin terjadi dimasa mendatang.
Bandung, 3 Desember 2011
Daftar Kepustakaan
Kemenhan, Buku Doktrin
Pertahanan Negara, 2007
Mabes TNI, Naskah sementara
Buku Petunjuk Induk tentang Doktrin Operasi Militer Perang,
Perpang/13/III/2008
Mabes TNI, Naskah sementara
Buku Petunjuk Induk tentang Doktrin Operasi Militer Selain Perang.
Perpang/14/III/2008
Mabes TNI, Penpas tentang Pokok-pokok
Kebijakan Panglima TNI 2011
Setneg, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang nomor 23 tahun 1959, tentang keadaan bahaja.
Setneg, Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor : 41 tahun 2010, tentang Petunjuk Umum
Pertahanan Negara.
Setneg, Undang-undang RI nomor 3
tahun 2002, tentang Pertahanan Negara.
Setneg, Undang-undang RI nomor 32
tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah.
Setneg ,Undang-undang RI nomor 34
tahun 2004, tentang Tentara Nasional Indonesia.
[1] Mabes TNI,
Penerangan Pasukan, tentang kebijakan Panglima tahun 2011
[2] Buku
petunjuk Induk (bujukin) Operasi Militer untuk Perang (OMP) (2008,12
[3] Doktrin
Pertahanan Negara, (2007,52)
[4] Situs
Kemenhan, Direktorat Jenderal Strategi pertahanan menyelenggarakan workshop
pertahanan nir militer
[5] Doktrin
Pertahanan Negara,(2007,54)
Tulisan yang sangat baik dan membangun. Sebagai generasi muda TNI sy sangat mendukung gagasan ini. Semoga dalam beberapa tahun ke depan kerjasama sipil-militer akan semakin konkrit untuk kepentingan pembangunan pertahanan Indonesia.
BalasHapus