Kamis, 18 Desember 2014

KOMUNIKASI DALAM KEPEMIMPINAN LAPANGAN


Dalam kehidupan militer, yang tidak pernah lepas dari bahan pembicaraan dan diskusi, baik pada acara resmi ataupun tidak resmi adalah kepemimpinan, karena dalam mengelola organisasi militer faktor ini menjadi faktor sangat penting dan berpengaruh mutlak terhadap keberhasilan ataupun kegagalan dalam pelaksanaan tugas.   Dalam kepemimpinan yang diterapkan pada organisasi militer,  mereka memilahkan kepemimpinan dalam beberapa tingkatan  sesuai dengan karakter dan pola yang diterapkan dalam mengelola organisasi.   Beberapa yang tidak asing yang sering didengar adalah kepemimpinan tatap muka, kepemimpinan senior dan kepemimpinan strategis.   Namun dari semua tingkatan kepemimpinan ini,  pola yang diterapkan dan memiliki peran penting adalah kepemimpinan lapangan, sebagai implementasi dari azas dan prinsip kepemimpinan yang dipercaya sebagai sebuah pedoman yang bila diterapkan secara benar, maka akan mewujudkan keberhasilan dalam kepemimpinan.   
            Patut disadari bahwa apa yang diterapkan dalam dunia militer, dimana para perwira yang diberi kesempatan untuk memimpin sebuah organisasi, tidak semua berhasil menjadi pemimpin, namun mereka tetap memiliki otoritas sebagai Komandan atau kepala yang mengelola organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.  

Rabu, 17 Desember 2014

Ina CMR




   CIVIL MILITARY RELATION

By. Juanda Sy, M.Si (Han)


Civil - Military relations, is a political term that has been developed into a science. Previous knowledge and theory of civil military relations developed countries and the liberal-democratic state that is relatively advanced and politics pattern, civil military relations implemantation interpreted as a form of civil supremacy. The views and thoughts about the civil and military relations, not just developing in Indonesia, but globally discussed by experts of political and military link with the process of democratization and the impact caused by the process. In some colleges universities, civil military relations into a branch / department that contained a separate college in central of civil military relations.
In countries which apply the rule of Democracy, civil military relations is the implementation of civilian supremacy. Huntington in his article cited by R & D bulletin Kemhan also peeling of the civilian Supremacy or civilian control objective, states that civilian supremacy interpreted as an attempt to minimize military intervention in political activities, in the sense that the military recognizes the authority of another civilians in formulating and overseeing implementation of policies on defense. Reducing the military intervention of practical politics to improve military professionalism while providing the military the right to autonomy over their own organization. Military devotion to the state is a consequence of the task according to his profession as a country that based on military professionalism in its main task. In countries that awareness of the responsibilities of the profession is so attached, the military completely under civilian control, with the understanding that the military domination of civilian politics, contrary to the democratic system of government.

Pembinaan Kemampuan Pertahanan


      


              
PERTAHANAN NEGARA
WAJIB DIPERSIAPKAN OLEH PEMERINTAH

Oleh : Juanda Syaifuddin., M.Si (Han)


1.    Pendahuluan.   Tahun 1998 tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia yang akan selalu diingat, karena  prestasi ekonomi yang telah dicapai selama dua dekade musnah, sekaligus menenggelamkan semua harapan dan bayangan indah, dalam menyongsong millenium baru.  Krisis semenjak tahun 1997 berkembang semakin buruk dalam waktu singkat dan dampak krisis dirasakan secara nyata oleh masyarakat serta dunia usaha.   Dana Moneter Internasional (IMF) turun tangan sejak Oktober 1997, namun tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah,   krisis ekonomi Indonesia tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara yang  berkembang menjadi krisis multidimensi dan melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa, yang berujung pada  berakhirnya  pemerintahan  Presiden Soeharto.    Bantuan untuk memulihkan perekonomian Indonesia, dilakukan oleh IMF dan selama kerjasama berlangsung, semua sistem perekonomian Indonesia diatur dan dikendalikan  serta harus mengikuti kebijakan mereka.  Dibalik bantuan tersebut disinyalir IMF mengemban agenda yang dirancang oleh negara donor, secara terselubung menanamkan pengaruhnya secara berakar untuk mengendalikan perekonomian di Indonesia.  


PERAN TNI DALAM PENANGANAN TERORISME



POSISI TNI DALAM MENGATASI TERORISME
PADA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Oleh : Juanda Sy, M.Si (Han)


1.         Pendahuluan.   Perkembangan terorisme dan ancaman kepada keselamatan manusia, bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dinegara-negara lain di dunia.   Banyak teori dan pandangan tentang terorisme, namun belum ada sebuah kesepakatan tentang apa definisi terorisme yang sebenarnya.   Beberapa fihak memandang bahwa teror menjadi sebuah taktik yang diterapkan sebagai bagian dari cara untuk mendukung strategi perang, yang pada akhirnya dianggap sebagai bentuk perang asimetri yang diterapkan oleh fihak yang tidak cukup memiliki kekuatan militer untuk menghadapi musuh yang lebih besar dan didukung dengan persenjataan yang modern. Pendapat lain menyatakan bahwa terror sebagai cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepadaa fihak penguasa untuk  mempengaruhi kebijakan yang diambil demi mendukung kepentingan politik sebuah kelompok kepentingan.   Bahkan terorisme dapat muncul karena hanya dengan cara itu, suatu kelompok dapat menyampaikan tuntutan terhadap perlakuan fihak penguasa yang mereka anggap tidak adil  dalam berbagai bidang.   BJ. Habibie pada acara di pondok pesantren Kempek di Cirebon  yang dipublikasikan pada [1]menyampaikan beberapa pendapat tentang terorisme

 Terorisme adalah tindakan teror atau kekerasan yang dilaksanakan secara sistematik dan tidak dapat diperhitungkan yang dilakukan terhadap negara, penyelenggara pemerintahan -- baik eksekutif maupun legislatif --, bahkan terhadap warga elit sosial-politik dan perseorangan dalam negara, untuk memperjuangkan sasaran politik teroris.   Sejarah membuktikan, baik organisasi politik "kanan" maupun "kiri", organisasi nasional, organisasi etnik, organisasi agama, bahkan angkatan bersenjata dan polisi rahasia negara pun pernah melakukan tindakan terorisme”.

Perbedaan terorisme masa kini dari terorisme masa lalu yaitu korban masyarakat sipil lebih banyak dan luas karena teroris dengan sengaja merekayasa dan melaksanakan teror secara acak di mana aksi teror lebih memilih lokasi dimana kesibukan masyarakat relatif tinggi atau lokasi yang dipadati banyak orang.    

Pada abad ke 21, motif dan cara terorisme berubah dan berkembang. Perkembangan teknologi seperti senjata dan sistem persenjataan serba automatis, bahan ledakan yang sangat kompak dengan pengendalian jarak jauh, akan memperkuat mobilitas, ketepatan waktu dan kedahsyatan kerusakan akibat tindakan kekerasan berencana oleh teroris.   Biasanya terorisme dimanfaatkan oleh gerakan kelompok perorangan atau institusi politik yang menghendaki ketidakstabilan pemerintahan atau sistem pemerintahan dengan sasaran mengubah konstitusi.   Baik pelaku sistem pemerintahan maupun rezim yang ada dan mereka yang mau mengubahnya, telah memanfaatkan terorisme sebagai prasarana.  
Dari kacamata pemerintah yang sah, gerakan yang memiliki program "perubahan total' melalui kekerasan dan tidak melalui jalan yang telah diatur UUD, dinamai "terorisme". Namun "perubah atau pemberontak" mengang-gapnya proses perjuangan.   Mengingat Bangsa Indonesia, telah menetapkan melalui kebijakan publik bahwa terorisme adalah tindak pidana, bagaimana implementasi tugas TNI dalam mengatasi terorisme pada OMSP yang tertuang dalam UU no 34 tahun 2004 ?

2.         Indonesia lebih mengutamakan penanggulangan daripada meng-antisipasi untuk mengatasi terorisme.  Terdapat dua istilah yang dikenal berkaitan dengan metode mengatasi terorisme,   Pertama, anti terorisme, merupakan usaha, kegiatan dan tindakan yang dilakukan melalui tahapan pemantauan /pendeteksian, pembinaan/pencegahan dan penanggulangan. Apabila kebijakan politik negara  menetapkan metode ini, maka semua fihak dilibatkan semenjak awal dalam memantau setiap wilayah dan setiap orang berperan aktif memantau kegiatan dan aktifitas disekitar tempat tinggalnya, dan bila melihat, mendengar aktifitas yang tidak biasanya, mereka berkewajiban melaporkan kepada aparat yang berwenang secara berjenjang. Disamping setiap lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan pekerjaan, senantiasa saling menjaga agar tidak terpengaruh oleh ajakan yang tidak jelas manfaatnya dan berpotensi merugikan dirinya maupun kepentingan umum.   Upaya pencegahan dilakukan juga oleh semua komponen melalui berbagai kegiatan sosialisasi pemahaman terorisme dan mempengaruhi secara psikologis bahwa semua kegiatan diwajibkan mengikuti dan mempedomani ketentuan aturan dan perundangan yang berlaku.  Namun bila dua langkah pendeteksian dan pencegahan telah diimplementasikan tetapi masih terjadi aksi teror, maka kekuatan untuk penanggulangan juga disiagakan, untuk mengurangi kemungkinan timbulnya korban, yang tidak dapat melibatkan semua unsur yang ada dalam negara/ pemerintah, tetapi hanya dilakukan oleh institusi penegakan hukum dan kekuatan penindakan.   Kedua, counter terorism atau penaggulangan teror, yang dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2003, tentang pengesahan peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2002 menjadi undang-undang mengatasi tindak pidana terorisme, maka konsep yang diterapkan adalah menghadapi teror dengan kekuatan nyata, melakukan penanggulangan teror yang muncul dipermukaan, dan hanya ditindak bila memenuhi kriteria tindak pidana.  
Logika hukum mengarahkan kepada semua individu bahwa mereka yang tidak berbuat, maka tidak dapat dikenakan hukum, karena tindak pidana lebih mengutamakan Tempat Kejadian Perkara/TKP, bukti dan saksi.   Dengan demikian apabila seseorang yang tidak terkait dengan suatu kejadian yang dinyatakan sebagai aksi teror, mereka bebas melakukan apa saja meskipun kegiatan dan aktifitasnya dapat menghasilkan suatu produk yang mungkin saja dapat  digunakan untuk melakukan aksi teror.    

3.         Pelanggaran hukum dalam pelaksanaan tugas sangat dihindari oleh institusi TNI.  Keterlibatan TNI dalam penanggulangan teror sebagai implementasi  tugas OMSP, menjadi sulit karena TNI tidak boleh terlibat dan melakukan intervensi dalam kegiatan yang berkaitan dengan hukum.   Dalam sistem pemerintahan demokrasi, penegakan hukum menjadi bagian tugas instansi tertentu sehingga instansi diluar aparatur penegak hukum, tidak diperbolehkan melibatkan diri atau mengintervensi bagian tugas institusi yang berwenang, oleh karenanya dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, tidak ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh TNI, karena di Indonesia, terorisme dianggap sebagai tindak pidana yang penangannya sudah diatur dalam undang-undang.   Kemungkinan keterlibatan TNI dalam mengatasi terorisme hanya dapat dilakukan apabila dilegitimasi oleh adanya keputusan dan kebijakan politik Negara dan posisi TNI hanya akan berada pada posisi membantu Kepolisian Negara.    Meskipun TNI memanfaatkan peluang sebagai pelaksanaan tugas menegakkan kedaulatan, keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa, sebagai tugas pokok TNI, maka bila TNI melakukan tindakan diluar ketentuan undang-undang dan tanpa didukung oleh keputusan dan kebijakan politik negara,  tetap akan dianggap sebagai sebuah pelanggaran hukum, sesuatu yang sangat dihindari oleh TNI.
Pemerintah menetapkan badan khusus dengan nama Badan Nasional Penanggulangan Terror, secara harfiah nama badan ini hanya menekankan pada aspek penanggulangan dan tidak memberikan penekanan kepada aspek pencegahan, karena dalam pengertian bahasa, penanggulangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap permasalahan yang secara nyata sudah terjadi, tidak termasuk dalam proses sebelumnya.    Hampir sama dengan yang berlaku pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana, TNI juga tidak dilibatkan dalam proses dan kegiatan  mitigasi, sebagai upaya pencegahan untuk mengurangi resiko/ mengurangi jatuhnya korban pada saat terjadi bencana.  

4.         Kesimpulan.  Implementasi kebijakan publik tentang terorisme di Indonesia, berpedoman kepada Undang-undang RI Nomor 15 tahun 2003, tentang pengesahan peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2002 menjadi undang-undang mengatasi tindak pidana terorisme, yang menyebabkan TNI secara aturan hukum, tidak dapat dilibatkan dalam proses mengatasi terorisme, tugas ini hanya dapat dilakukan oleh institusi penegak hukum, karena terorisme bagi bangsa Indonesia adalah “tindak pidana” .




Bandung,  September 2012