Jumat, 20 Desember 2013

Komando kewilayahan



Oleh : Juanda Sy., M.Si



Abstraksi

Reformasi di Indonesia salah satun tuntutannya adalah pembubaran komando kewilayahan. Angkatan Darat tetap berpedoman bahwa prosedur pembentukan, likuidasi dan hal lain yang berkaitan dengan organisasi harus dipenuhi, sehingga tuntutan ini tidak berproses lebih lanjut.   Sistem pertahanan Negara menetapkan prasyarat bahwa sistem dapat terselenggara bila didukung Kemanunggalan TNI Rakyat dan kondisi ini bisa dicapai apabila ada organisasi yang menyelenggarakan.
Konsep kompartementasi, belum dapat terselenggara optimal, karena masih terjadi pergerakan antar kompartemen dalam menghadapi permasalahan, sehingga membutuhkan ADO setiap wilayah penugasan. 
Sebagai wakil kementrian Pertahanan didaerah Kowil harus mampu menempatkan diri untuk mengawal proses pembangunan, agar tetap memperhatikan pembinaan kemampuan pertahanan.

Kata Kunci :  system pertahanan Negara, pemberdayaan wilayah, Kemanunggalan, kompartemen, Komando kewilayahan, Pembinaan kemampuan pertahanan.


Abstraction

Reform in Indonesia, one of demands is dissolution area military commands. Procedure of formation, liquidation and other matters relating to the organization must be met, so these demands do not proceed further. State defense systems establish prerequisites that should be executed if the system is powered TNI People's Oneness and this condition can be achieved if there is an organization do it.
Compartment concept, can not be optimum established, there is need movement between compartments to avoid problems, thus requiring Operation assessment inform each region assignment.
As a representative of the Ministry of Defence, area command should be able to put themselves to oversee the development process, in order to keep attention to coaching defense capabilities.

Key words :  Defence system; managing teritori , compartment, Area Command, defense capabilities.



1.         Pendahuluan.             Perkembangan politik dalam negeri setelah terjadi tuntutan reformasi di Indonesia, terdapat beberapa wacana yang muncul dan disuarakan beberapa elemen masyarakat, paling tidak kelompok yang mengatas namakan dan mewakili suara rakyat menganggap bahwa pembubaran komando kewilayahan (kowil) mulai tingkat Kodam, Korem, sampai dengan Babinsa, menjadi bagian dari reformasi.  Tuntutan kelompok ini, tentu saja berpengaruh terhadap pandangan publik, yang masing-masing dengan argumennya menyatakan setuju, menolak atau mempertimbangkan.    Bahkan dikalangan tentara sendiripun muncul berbagai wacana, beberapa senior menuangkan hasil buah pikiran, meskipun bukan mewakili suara organisasi, tetapi menyulut perdebatan didalam organisasi tentara sendiri.   Bagi Angkatan Darat, wacana ini bertentangan dengan doktrin karena argumen yang mendasar, yaitu keberadaan organisasi ini menjadi bagian dari Sistem Pertahanan Semesta yang dinyatakan dalam Doktrin Pertahanan Negara, bahwa “unsur utama bagi terselenggaranya sistem pertahanan negara adalah kemanunggalan TNI Rakyat”, yang salah satu ujung tombak untuk dapat mewujudkannya adalah keberadaan Kowil.
Wacana yang berkembang dilingkungan masyarakat, meskipun bukan mewakili suara rakyat namun didukung oleh kekuatan media, telah mempengaruhi untuk melakukan pengurangan jumlah personel dibeberapa organisasi  jajaran TNI.  Dengan berbagai alasan diantaranya sebagai penghematan untuk dapat menambah anggaran untuk mengadakan, meningkatkan dan  memperbaiki kondisi alut sista yang sudah tua dan terbatas.  Salah satu sasaran pengurangan kekuatan adalah kowil, dengan pertimbangan perhitungan anggaran, dimana sebagian besar anggaran yang diterima TNI digunakan untuk belanja personel.    Kelompok ini memandang bahwa organisasi kowil terutama dijajaran Angkatan Darat, keberadaan Koramil dan Babinsa sebagai bagian kekuatan personel satuan kewilayahan, tidak efektif dalam menjalankan misi TNI, sehingga perlu dikurangi.  Namun demikian, karena wacana ini tidak didukung oleh data hasil penelitian dan pengembangan, untuk menentukan efektifitas dan efisiensi operasional sebuah organisasi dalam mencapai tugas pokok yang diembannya, sebagaimana seharusnya dilakukan oleh institusi dalam pembentukan, likuidasi, revitalisasi dan hal lain yang berkaitan dengan organisasi, maka wacana ini tidak berproses lebih lanjut.